Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Panggilan Jiwa atau Kekangan: Perjalanan Muh Diaz Menuju Mimpinya

 

 Penulis : Salman Adhyaksa Sekolah Vokasi  IPB University Sumber : Muh Diaz Nazarudin Rahman . Dok pribadi



Reportasebarak.com,Terkadang sosok anak masih di suapi kehidupannya, walaupun memang anak tersebut sudah bisa dikatakan hidup mandiri. Menjadi pejuang yang lepas dari kekangan orang tuanya adalah hal yang sulit dilakukan untuk Diaz. Seorang anak yang terbilang cukup dalam akademik dan lebih menonjol di luar akademik tapi tidak bisa leluasa bergerak karena kekangan yang diberikan oleh ayahnya.



Muhammad Diaz Nazarudin Rahman, anak lelaki yang lahir di Indramayu pada tanggal 08 Oktober 2003 ini memiliki mimpi yang tinggi sejak kecil. Ayahnya Abdul Rahman sering kali tidak sependapat dengan pilihan Diaz untuk berprestasi di bidang yang disukainya. Diaz hanya berharap ayahnya berpihak padanya, sedangkan ibunya selalu ada di samping Diaz dan mendukung apa pun pilihan Diaz.



 Lelaki asal Indramayu ini sering berprestasi di bidang non akademik sejak Sekolah Dasar hingga jenjang perkuliahan. Walau harus menghadapi kekangan ayahnya, Ia tidak pernah berhenti menjadi seorang pejuang untuk mewujudkan mimpi demi masa depannya. Diaz merasa beban yang dipikulnya sangat berat, bahkan hanya untuk membuat senang ayahnya adalah hal yang sulit. Ayahnya lebih suka Diaz berprestasi di bidang akademik, hal ini merupakan beban karena memang sedari kecil dia lebih suka kegiatan yang mengandalkan kekuatan yang Ia miliki.


Awal Mula Penemuan Bakat


Sejak Ia duduk di bangku Sekolah Dasar, Diaz ingin mencoba banyak hal untuk membanggakan orang tuanya. Diaz mencoba banyak lomba akademik namun sayang bakat Diaz tidak menonjol di bidang akademik. Setelah itu Diaz tidak menyerah dan mencoba masuk ke ekstrakurikuler Paskibra, selama Ia di Paskibra banyak hal yang dipelajari dan akhirnya menumbuhkan semangat untuk mendalami Paskibra karena sejalan dengan mimpi dia yaitu menjadi angkatan TNI.



Diaz sudah bisa mencetak banyak prestasi di ekstrakurikuler Paskibra. Ia dipilih menjadi komandan peleton atau danton untuk memimpin pasukan, karena posturnya yang gagah dan suaranya yang berwibawa. Selama Ia menjadi danton, pasukan yang di perintahnya selalu mendapat juara 1 ketika mengikuti lomba baris-berbaris. Karena kegiatan ini merupakan hobi dan keahliannya, Diaz menekuni Paskibra hingga jenjang SMA.


 Pejuang ini sudah mencoba semua hal yang ada di Paskibra, dimulai dari danton, pemimpin upacara, hingga pelatih Paskibra itu sendiri. Berbeda ketika saat kegiatan belajar, Diaz seringkali tidur dan tidak memperhatikan. Nilai yang pas-pasan merupakan hal yang wajar dari seorang Diaz, akan tetapi relasi, prestasi, bahkan semangat untuk membangun nama sekolahnya menjadi sekolah ternama ada di dalam diri Diaz. Ayahnya sering memarahi Diaz, hal ini merupakan kejadian sehari-hari karena tidak jarang Diaz melawan dan tidak menurut kepada ayahnya.



Selama Diaz memiliki semangat untuk berprestasi di bidang yang Ia kuasai, maka ketika ada waktu luang Diaz akan melatih dirinya sendiri agar lebih berkembang dan terus berkembang. Tujuan Diaz melatih dirinya sendiri dengan keras karena Ia bercita-cita menjadi TNI untuk melindungi bangsa ini. Ia memang kurang peduli dengan tugas dari setiap mata pelajaran yang diberikan, akan tetapi Ia selalu melatih dirinya sendiri agar selalu tetap bugar dan masuk kualifikasi sebagai anggota TNI.


 Setiap hari libur di pagi hari Diaz berlatih ketahanan tubuhnya dengan berlari, melatih ototnya dengan angkat beban, dan melatih pernapasan agar tidak mudah lelah. Tidak hanya di pagi hari, jika memang ada waktu luang di sore hari maka Ia akan melakukan latihan tersebut berulang kali. Ia tidak ingin gagal saat mendaftar TNI ketika dia lulus SMA nanti, Ia juga mempersiapkan dari jauh hari untuk tes akademik yang kemungkinan akan muncul ketika Ia mendaftar sebagai anggota TNI.


Kebangkitan dan Harapan Baru


Kegagalan demi kegagalan dialami oleh Diaz , saat ini Ia berumur 20 tahun dan Ia gagal dalam pendaftaran anggota TNI yang membuat Diaz terlalu larut dalam kesedihan. Banyak faktor yang mempengaruhi, tapi Ia yakin karena tidak mendapat restu dari ayahnya akhirnya Ia gagal menjadi anggota TNI. Ayahnya lebih suka Diaz menjadi mahasiswa di suatu universitas, hal inilah yang menjadi faktor penting dalam kegagalan yang dialami Diaz. Ia tidak menyerah dan mencoba untuk berkuliah sesuai dengan permintaan ayahnya di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.



 Diaz menjadi mahasiswa pada umumnya, tetapi ada kekosongan di hatinya jika tidak mengikuti salah satu organisasi mahasiswa untuk menyalurkan keahliannya. Ia mencoba menjadi atlet karate di kampusnya dan Ia juga ingin melupakan kegagalan yang telah terjadi dengan mencoba hal baru yang positif. Ia mengubah mimpinya dan berharap sebagai mahasiswa informatika, Ia ingin menjadi Cyber Security di masa yang akan datang.


Sebelum menjadi atlet karate, Diaz adalah mahasiswa yang pasif dan belum menemukan jati dirinya ketika baru menjadi mahasiswa. Diaz mulai tertarik dengan karate karena rekam jejak prestasi karate di UAD sudah sangat baik dan pada akhirnya Diaz ikut bergabung karate di kampusnya. Karena karakter yang dimiliki sangat bagus, Ia mendapat pengakuan dan menjadi perwakilan beberapa pertandingan yang diselenggarakan.



 Awal mula sebagai pengisi kekosongan saat berkuliah, Diaz malah mendapatkan perolehan prestasi yang cukup baik dan membuat Diaz semakin tertarik mendalami dunia bela diri karate. Ia mulai mengikuti dunia karate untuk menjaga kebugaran tubuhnya karena jurusan yang Ia ambil sering melewatkan jam tidur untuk mengerjakan tugas. Karena permulaan ini Ia akhirnya mempunyai target yang harus dicapai dan melihat sosok dirinya dulu saat masih sekolah.



 Menjadi atlet karate bukan termasuk visi misi yang Diaz yakini saat itu. Namun ketika seiring berjalannya waktu, menjadi atlet karate ini bisa membuat Ia lebih kuat dan bisa membanggakan kedua orang tuanya. Ia mendapat beberapa medali dalam kejuaraan Nasional maupun Internasional seperti Juara 1 -75kg senior putra Wimaya Cup Desember, 2023, Juara 1 kumite -75kg mahasiswa putra Januari 2023 , Kemenpora Cup, Juara 3 kumite -75kg senior putra Kemenpora Cup Januari 2024, dan perolehan medali lainnya.



 Tentu tidak mudah untuk mendapatkan medali yang saat ini ada di genggamannya. Diaz harus ikut latihan khusus yang lebih berat dan intens untuk dilakukannya. Diaz tidak menyerah dan terus berlatih karena Ia tahu kampusnya dan orang tuanya pasti mendukung apa yang Ia lakukan saat ini. Diaz sering begadang demi menyelesaikan setiap tugas yang diberikan dosen demi nilai yang mencukupi. Walaupun memang ada kemudahan dari pihak kampus, tetapi Diaz tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dia belajar di perguruan tinggi.



 Berbeda ketika berada di rumah yang selalu dikekang oleh ayahnya, kebijakan kampus mempengaruhi perkembangan Diaz sebagai atlet aktif karate. Kegiatan perkuliahan tidak mengganggu karena para dosen memudahkan Diaz ketika ingin berlatih atau ingin bertanding. Tidak sampai situ pihak kampus juga mempermudah ketika ujian, Diaz boleh mengikuti susulan tanpa syarat karena bertanding mewakili kampus. 



Diaz juga sudah tidak bisa seperti saat sekolah dahulu, yang di mana tidak memperhatikan tugasnya sama sekali. Universitas memberikan keringanan untuk Diaz agar bisa mengumpulkan tugas terlambat selama Ia memang mengikuti pertandingan. Perolehan yang didapat memiliki tantangan tersendiri sehingga menghambat pencapaian Diaz. Tantangan tersebut adalah melawan diri sendiri, yang di mana Diaz sering merasa kelelahan ketika berlatih dan cara Ia untuk mengatasinya adalah lewat istirahat atau mencari udara segar.



Sosok pejuang mimpi ini melihat potensinya di karate, hal itu didukung dari pernyataan dia yang sulit untuk mempelajari bela diri lain dibandingkan karate. Apresiasi yang tidak didapatkannya dari orang tua ketika sekolah dulu sekarang diwujudkan oleh kampus melalui ucapan selamat di unggahan media sosial dan ucapan dari teman-teman sebayanya. 


 Diaz selalu memantapkan prinsipnya bahwa kita harus memikirkan dahulu apa yang ingin kita capai dalam waktu dekat. Kita ingin menjadi apa dan selanjutnya adalah memulai langkah kecil yang bisa menjadi prestasi. Hanya berangan-angan tidak akan mencapai apa yang kita inginkan, sebaliknya jika kita memulai walaupun dari langkah kecil pasti akan menimbulkan dampak positif untuk ke depannya.



Penulis : Salman Adhyaksa

Redaktur: Reportasebarak.com 

Posting Komentar untuk "Panggilan Jiwa atau Kekangan: Perjalanan Muh Diaz Menuju Mimpinya"